Perubahan kebijakan Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) menjadi Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) merupakan tindak lanjut dari hasil evaluasi bersama. Kebijakan ini juga merupakan amanat dari konstitusi yang dijalankan oleh Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah (Kemenkemendikdasmen).
Demikian dikatakan Kepala BBPMP Provinsi Jawa Tengah, Nugraheni Triastuti dalam sambutannya pada pembukaan Rapat Koordinasi (Rakor) Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025/2026 Provinsi Jawa Tengah yang diselenggarakan oleh BBPMP Provinsi Jawa Tengah. Rakor ini mengundang seluruh Dinas Pendidikan Kab/Kota di Jawa Tengah.
Heni, biasa Nugraheni disapa mengatakan, Kemenkemendikdasmen telah mengeluarkan regulasi Permenkemendikdasmen No. 3 Tahun 2025 tentang Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB). Peraturan ini menggantikan Permendikbud No. 1 Tahun 2021 tentang Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB).
Kebijakan ini kata Heni, mengutip yang disampaikan oleh Menkemendikdasmen Abdul Mu’ti, merupakan hasil kajian yang telah diputuskan bersama melalui sidang Kabinet Merah Putih. Terdapat empat pilar filosofi didalamnya, yakni Pendidikan Bermutu untuk Semua, Inklusi Sosial, Integrasi Sosial, dan Kohesivitas Sosial.
“SPMB menjadi upaya pemerintah untuk mewujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua dengan asas berkeadilan. Selain itu juga dapat meningkatkan akses dan layanan pendidikan bagi murid dari keluarga ekonomi tidak mampu dan penyandang disabilitas,” imbuh Heni.
Lebih lanjut dikatakan Heni, kebijakan baru dalam penerimaan siswa baru ini lahir dengan berdasar pada 2 pendekatan yakni pendekatan konstitusi dan hasil evaluasi. Pada pendekatan konstitusi, Heni merinci di dalam Pembukaan UUD 1945 terdapat frase kalimat ‘mencerdaskan kehidupan bangsa.
Selain itu, pada pendekatan konstitusi termuat juga dalam UU Sisdiknas serta juga ada pada Asta Cita Presiden dan Wakil Presiden Prabowo-Gibran yakni Memperkuat pembangunan sumber daya manusia (SDM), sains, teknologi, pendidikan, kesehatan, prestasi olahraga, kesetaraan gender, serta penguatan peran perempuan, pemuda, dan penyandang disabilitas.
Sementara pendekatan lain muncul dari hasil evaluasi secara nasional. Diantara hasil evaluasi PPDB yakni terjadinya penurunan kualitas sekolah unggul karena peserta didik di sekolah heterogen. Selain itu juga banyak peserta didik mengundurkan diri dari sekolah awal.
PPDB juga mengakibatkan banyak masyarakat melakukan tindakan pemalsuan administrasi kependudukan demi persyaratan dokumen PPDB. Tidaknya hanya itu, sertifikat prestasi juga menjadi obyek pemalsuan sehingga hal ini jauh dari harapan sejatinya pendidikan.
“Evaluasi selanjutnya yakni dimana penafsiran Panduan PPDB berbeda-beda setiap daerah serta standar nilai rapor juga beda-beda tiap daerah dan sekolah. Potensi penyimpangan demi proses seleksi menjadi kurang akuntabel,” terang Heni.
Sehingga dengan SPMB ini diharapkan nantinya semua anak Indonesia berhak mendapatkan layanan pendidikan di sekolah negeri. “Disisi lain juga akan melibatkan dan membantu peningkatan sekolah swasta yang telah berkontribusi memajukan pendidikan Indonesia,” imbuhnya.
“SPMB ini juga diharapkan bisa mengakomodasi masyarakat yang kurang mampu dan tentu saja ini dibutuhkan sesuatu yang spesifik di daerah. Dengan melibatkan sekolah swasta ketika melakukan SPMB, anak-anak kita yang masuk kategori kurang mampu dan belum mendapatkan sekolah negeri ini bisa dilayani di sekolah swasta dengan dibantu oleh pemerintah daerah,” tandas Heni. [LUB]